Bertahun-tahun pukat cantrang terus menuai polemik. Menteri Kelautan dan Perikanan – Susi Pujiasti –setelah didemo ribuan nelayan cantrang, akhirnya mengizinkan alat tangkap tak ramah lingkungan ini dengan sejumlah catatan.
Sejumlah negara seperti di uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Selandia Baru dan Australia memasukan cantrang pada kategori trowl dasar yang berdampak buruk pada keberlangsungan lingkungan hidup.
Bagi Anda yang belum tahu apa itu cantrang serta alasannya menjadi polemik, berikut kami himpun informasi mengenai cantrang untuk Anda. Apa sebenarnya alat penangkapan ikan (API) yang disebut cantrang ini?
Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, cantrang merupakan alat penangkap ikan yang menyerupai trawl atau pukat harimau. Bedanya, cantrang menggunakan jaring tetapi ukurannya lebih kecil. Satu cantrang terdiri dari kantong, mulut jaring, tali penarik, pelampung dan pemberat.
Selain itu, cantrang juga dilengkapi dua tali selambar yang cukup panjang. Tali ini bisa mencapai 6.000 meter dalam kapal 30 gross ton (GT). Dengan panjang tali itu, cakupan sapuan tali bisa mencapai 292 hektar.
Pengoperasian cantrang dimulai dari menebar tali selambar secara melingkar. Selanjutnya, dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian bertemu dengan tali selambar yang awal. Setelah itu, ujung kedua tali kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.
Alat penangkapan ikan bernama cantrang ini biasanya digunakan oleh nelayan yang berada di laut utara Jawa, seperti di Tegal, Jawa Tengah.
Alat tangkap cantrang ini awalnya digunakan nelayan dengan menggunakan kapal 5 gross ton. Namun, saat ini nelayan dengan kapal 30 gross ton yang dilengkapi lemari pendingin atau freezer juga menggunakannya. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan jika pada tahun 2015, terdapat 13.300 kapal nelayan cantrang.
Biasanya pengoperasian cantrang untuk menangkap ikan demersal atau ikan yang berada di dalam laut. Mata jaring cantrang berukuran rata-rata 1,5 inci. Dengan mata jaring sebesar itu, maka semua ikan akan terjaring.
Dari hasil tangkapan ikan, pada 1970 penggunaan cantrang biasanya untuk menangkap ikan besar seperti ikan tuna. Namun, dari 1990 hingga saat ini ikan kecil seperti ikan petek juga ikut terjaring. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2015, hanya sebanyak 46 persen sampai 51 persen hasil tangkapan alat cantrang laik dikonsumsi.
Sementara, 49 persen sampai 54 persen lainnya merupakan tangkapan sampingan yang didominasi oleh ikan petek.Sebagian besar hasil tangkapan sampingan tersebut digunakan sebagai pembuat bahan tepung ikan untuk pakan ternak.
Mengapa cantrang dilarang?
Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa selama puluhan tahun, cantrang telah mengalami modifikasi baik dari segi bentuk maupun metode operasi sehingga jenis pukat tarik ini berubah menjadi alat tangkap yang merusak lingkungan.
Riset KKP hingga 2015 menunjukkan, sejalan dengan lompatan jumlah kapal cantrang hingga mencapai 13.300 kapal , proporsi daerah penangkapan bagi setiap unit kapal cantrang dan dogol di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 712, termasuk Laut Jawa, kurang dari 5 km persegi setelah 1990-an.
Rasio rerata luasan daerah penangkapan menurun dari 600 km persegi menjadi 45 km persegi per kapal per tahun.
Pada saat yang sama, terjadi penurunan signifikan catch per unit effort (CPUE) dalam 14 tahun di WPP 712, yakni dari 156 kg per setting dengan dominasi tangkapan ikan petek, kuniran, kurisi, dan gulamah, pada 2002, menjadi 60 kg per setting dengan dominasi tangkapan ikan petek, kurisi, kembung, dan tembang pada 2015.
Menurut KKP, hasil tangkapan cantrang yang didominasi ikan berukuran kecil menunjukkan indeks keragaman tidak sehat sehingga cantrang seharusnya dilarang.
Masih menurut riset KKP, sejumlah negara juga melarang penggunaan cantrang ini mengingat dampaknya yang buruk bagi keberlangsungan sumber daya perikanan.
Sejumlah negara yang melarang seperti negara-negara di uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Selandia Baru dan Australia. Di negara-negara ini, cantrang termasuk dalam kategori trawl dasar.
Penggunaan cantrang di Indonesia memang tarik ulur. Pada tahun 2015 Menteri Susi melarang penggunaan cantrang. Dasar larangan penggunaan cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.
Demo nelayan saat ini mendorong Ombudsman mengulur waktu pelarangan cantrang selama dua tahun yang berakhir Desember 2017.
Susi sebelumnya menegaskan per 1 Januari 2018 cantrang akan kembali dilarang sebab batas waktu dua tahun untuk mengganti cantrang dengan alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan sudah berakhir.
Namun, kebijakan Menteri Susi tersebut tetap ditentang oleh para nelayan. Puncaknya, nelayan menggelar demo di Istana Negara pada Rabu (18/1/2018). Perwakilan nelayan kemudian bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Susi.
Setelah pertemuan tersebut, Susi akhirnya memenuhi tuntutan nelayan untuk memperbolehkan alat tangkap cantrang tetap beroperasi hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Namun, Susi juga memberikan sejumlah ketentuan ke nelayan agar perpanjangan penggunaan cantrang tidak disalahgunakan.
Leave a Reply