Kelestarian perairan darat di sekitar kita, harus diakui kian hari bertambah memprihatinkan. Meningkatnya populasi manusia – suka atau tidak, berdampak langsung pada ekosistem biota perairan alami.
Masifnya pembangunan pemukiman, dan agresifnya pembukaan lahan untuk pertanian, mengancam kelangsungan hidup makhluk-makhluk penghuni air – baik di situ, sungai, maupun rawa-rawa.
Kondisi memprihatinkan ini tentunya menggugah banyak fihak – khususnya pecinta hobi mancing, untuk berbuat menyelamatkan wilayah perairan – yang sekiranya masih memungkinkan untuk dilindungi. Salah satu komunitas yang cukup aktif berperan dalam kegiatan perlindungan dan rehabilitasi ini ialah komunitas Mancing Maniac (MM)
Sejak dibentuknya pada tahun 2009 lalu oleh Dahri Rahman Clp – angler senior asal Jawa Tengah, sudah cukup banyak program yang dijalankan. Mulai dari kampanye anti strum, racun ikan, tebar benih, hingga pembersihan kawasan perairan darat dari sampah atau gulma.
Salah satu pilot project dari program Mancing Maniac yang cukup berhasil adalah Rawa bajul – berlokasi di Desa Songgom, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.
Awalnya spot ini rusak berat akibat pencemaran lingkungan. “ Sebelumnya Rawa Bajul penuh sampah, eceng gondok, dan airnya juga beracun,” tutur H Bisri Zaeny, salah seorang penggerak MM. “Waktu itu untuk memperoleh ikan, orang-orang sering menggunakan alat setrum maupun meracun dengan bahan pestisida“, tambahnya.
Setelah direhabilitasi, tingkat kesuburan di spot Rawa Bajul mengalami peningkatan kualitas. Terbukti dengan tumbuhnya habitat beberapa jenis ikan, seperti Betik, Sepat, Nila, Lele, Gabus dan Patin. Selama 2 tahun spot ini bertahan dengan kondisi yang prima, dimana ekosistem mulai terbentuk – yang ditandai dengan penampakan ikan-ikannya.
Ibarat bola salju, cerita sukses ini kemudian diikuti oleh beberapa program MM lainnya, antara lain Situ Siasem Brebes, Waduk Rawa Pening Salatiga, hingga Situ Blawi di Rembang, Jawa Timur.
Namun beberapa tahun berselang – seiring non aktifnya beberapa orang penggerak MM, kegiatan rehabilitasi pun vakum. Lambat laun kondisi situ, waduk, dan sungai di beberapa wilayah – baik yang pernah direhabilitasi, maupun yang belum tersentuh, berada dalam kondisi menyedihkan. Bahkan, beberapa diantaranya berstatus kritis.
Situasi ini rupanya menggugah penggerak MM yang masih aktif untuk segera turun tangan. Dimotori oleh H. Bisri Zaeny dan beberapa aktivis lainnya, komunitas yang kini beranggotakan 34.000 member ini mengajak dan merangkul paguyuban-paguyuban mancing yang terhubung dengan MM, untuk bersama-sama bergerak merehabilitasi perairan darat yang ada dalam kategori kritis.
Saat ini langkah pertama yang direncanakan adalah pembersihan eceng gondok dan penebaran benih di kawasan Kalimati Siasem yang terletak di tengah kota Brebes. Secara kasat mata tumbuhan eceng gondok di bekas aliran sungai seluas 3 hektar tersebut, telah menutupi 90 % permukaannya. Hal ini tentu membuat minimnya pasokan oksigen, pendangkalan, dan berkurangnya volume air.
“Ya memang ini kerja besar, khususnya dalam membersihkan eceng gondok di areal seluas 3 hektar,” ujar H. Bisri Zaeny. “Kami dari Mancing Maniac mengajak angler yang punya waktu dan kesempatan, untuk turut terlibat membantu mensukseskan program ini. Jika bukan kita siapa lagi?” tambah lelaki yang kerap disapa Pak Haji tersebut.
Ketika ditanya bagaimana soal pendanaannya, Pak Haji mengakui bahwa masalah keuangan memang jadi ganjalan, yang hingga kini belum ditemukan jalan keluarnya. Padahal untuk tebar benih-apalagi untuk ikan jenis predator, memerlukan modal belanja yang tidak sedikit.
“Belum lagi untuk buat spanduk sosialisasi larangan strum dan racun ikan, dan sewa peralatan. Kan angkat eceng gondok di perairan yang luas itu sulit kalau pakai peralatan seadanya,” tutur Pak Haji.
Dikatakan oleh Pak Haji, bahwa sebelumnya ada pihak sponsor yang mendanai, namun sudah lama terhenti. Dalam beberapa program terakhir, soal pendanaan mengandalkan sumbangan aladarnya dari teman-teman pemancing, maupun orang orang yang bersimpati.
“Selama ini memang banyak nomboknya sih,” aku lelaki asal Bumi Ayu ini. “Ya tapi gimana lagi, walaupun serba keterbatasan, program ini akan tetap dijalankan, biar situ, telaga, habitatnya tetap lestari, dan kita juga bisa tetap memanfaatkannya buat kegemaran kita bersama, memancing,” tegas Pak Haji.
Penggalangan dana untuk program tebar benih dan normalisasi kawasan perairan.
Keterangan Pak Haji tentang kondisi kritis lahan perairan alami memang mengkhawatirkan. Membiarkan situ, rawa, atau telaga dalam kondisi demikian, akan membuat kita kehilangan habitat ikan liar dan leyapnya spot-spot mancing terbaik yang sebelumnya kita miliki.
Karena itu selayaknya kita berterimakasih pada komunitas-komunitas mancing – termasuk MM, yang secara swadaya dan mandiri, berkorban waktu, tenaga, dan juga biaya yang tidak sedikit.
Di akhir wawancara melalui sambungan internet, Pak H. Bisri mengajak angler yang tergabung dalam MM ikut mensukseskan program rehabilitasi dan tebar benih ini. “Jika ada waktu dan kesempatan silakan bergabung, dan untuk pihak-pihak yang ada di industri mancing – yang memiliki simpati dan visi yang sama, kami mohon untuk bisa berdonasi maupun sponsorship,” tutup Pak Haji.
Angler, lahan perairan alami kian menyempit, sementara yang tersisa pun membuat prihatin. Mendapati kondisi semacam ini, maka pertanyaannya adalah, dimana lagi bisa ditemukan perairan tempat hidupnya ikan-ikan liar, dan dimana lagi bisa dijumpai spot menyalurkan kegemaran memancing.
Poin utama yang kita garisbawahi bersama adalah; jika tempat mancingnya sudah tidak ada, maka semua hal yang melingkupinya perlahan akan redup dan mati. Lewat tulisan ini spotmancing.com -mewakili MM mengajak angler untuk membantu langkah pelestarian ini, lewat perhatian, tenaga dan juga donasi.
Untuk informasi kegiatan dan donasi(sponsorship) bisa menghubungi akun FB H. Bisri Zaeny – seperti tercantum di atas, atau melalui sambungan telefon 0878 3744 6322.
Leave a Reply