Minimnya fasilitas kapal khususnya life jackjet menjadi penyebab utama banyaknya korban tewas dalam setiap kecelakaan di perairan laut dan sungai. Dalam kasus kecelakaan yang menimpa pemancing di Kepulauan Seribu belum lama ini, para korban yang ditemukan tewas, tidak mengenakan pelampung sama sekali. Kali ini, gegara tidak tersedia life jacket, 3 orang tewas dalam kecelakaan kapal di Balikpapan.
Seperti diketahui, enam pemancing ditemukan meninggal dunia pada Sabtu (7/5/2016) pagi. Mereka adalah para pemancing yang kapalnya karam dan kemudian tenggelam. Informasi awal menyebutkan dalam peristiwa ini lima pemancing tewas, satu orang pemancing hilang, serta satu orang lainnya selamat. Namun belakangan, korban yang hilang juga ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Mereka adalah Doni Marsel (23) Taman Sari, Jakarta Barat; Gioksun (47) Taman Sari, Jakarta Barat; Fahrul Majid (35) Taman Sari, Jakarta Barat; Sonson (45) Taman Sari, Jakarta Barat; Oki (56), Taman Sari, Jakarta Barat; dan Giokliong (58) Taman Sari Jakarta Barat. (Cek: Kisah dan kronologi tewasnya 6 pemancing di Kepulauan Seribu)
Bahkan mereka disebutkan oleh sejumlah media ditemukan meninggal dalam kondisi terikat tali pancing.
Nah, banyaknya korban akibat kecelakaan kapal seperti yang terakhir terjadi adalah tabrakan antar perahu cepat (speed boat) di Teluk Balikpapan, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Sabtu (14/5/2016) kemarin. Hal itu diduga terkait minimnya alat keselamatan kapal.
Staf Urusan Penerangan TNI Angkatan Laut Balikpapan, Kapten Laut (E) Eko Dwikuryanto, mengatakan, banyak ditemui speed boat atau kapal penumpang tidak dilengkapi jaket pelampung hingga penerangan kapal yang standar. Akibatnya, bila tabrakan terjadi maka korban pun bisa sangat banyak.
Eko mencontohkan tabrakan antar speed boat Sabtu pagi itu. Satu speed boat rusak berat dan tenggelam akibat tabrakan. Empat penumpang dan satu motoris terlempar dan ditemukan dalam kondisi pingsan. Belakangan, tiga orang di antara mereka meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit.
“Saya kira kalau ada life jacket tidak seperti ini. Ini berguna apalagi untuk mereka yang tidak bisa berenang. Apalagi perempuan, seperti korban perempuan kali ini lebih banyak,” kata Eko.
Selain itu, kata Eko, kapala dan speed boat juga kerap tidak dilengkapi lampu kabut di bagian depan dan buritan kapal. Lampu ini penting di cuaca buruk. Banyak motoris menganggap cukup dengan lampu sorot untuk penyeberangan malam atau subuh.
Bila dengan lampu kabut, kapal yang lebih besar tentu mudah melihat keberadaannya. “Banyak (speed boat) tidak standar keselamatan. Sosialisasi sudah sering kali. Kenyataannya, speed banyak tak menggunakan life jaket itu. Apalagi motorisnya, mungkin merasa tersiksa memakai jaket seperti ini,” katanya sebagaimana dikutip kompas.com.
Teluk memisahkan Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Perairan ini terbilang sangat padat, selain karena berdiri pelabuhan-pelabuhan penumpang, juga milik perusahaan-perusahaan yang bercokol di sepanjang pesisir pantai.
Karenanya transportasi air di sana sangat ramai. Warga kerap menyeberang antar kota baik dengan kapal ferry, speed boat, maupun klotok.
Speed boat sering menjadi pilihan karena waktu tempuhnya hanya 20 sampai 30 menit. Berbeda dengan ferry yang bisa lebih dari 60 menit. Sementara karyawan menggunakan kapal penyeberangan khusus milik perusahaan.
Pagi, saat teluk diguyur hujan deras, dua speed boat tabrakan. Kapal cepat Petrosea merupakan kapal sewa dari pihak ke-3. Begitu pula motoris dan anak buah kapalnya. Kapal ini melakukan perjalanan di Teluk Balikpapan tiga kali setiap harinya, untuk mengangkut karyawan Petrosea dari Balikpapan ke lokasi kerja di Tanjung Batu, maupun sebaliknya.
Staf Eksternal Relation General Affair PT Petrosea, Verianus mengungkapkan, di kepadatan lalu lintas air ini sering kali menyebabkan kecelakaan tak terhindarkan. Terlebih saat cuaca buruk. Kapal mereka pernah mengalami kecelakaan di sebelumnya.
Verianus mengatakan, sudah terjadi tiga kali kecelakaan serupa, yakni tabrakan dengan speed saat kondisi cuaca buruk. “Kali ini adalah yang paling fatal,” katanya.
Verianus mengungkap, bisa jadi korban di kecelakaan air menjadi banyak karena kurangnya alat keselamatan pada kapal, khususnya di speedboat. “Kami saja ngeri kalau naik seperti ini. Kalau kapal kami pasti sangat safety,” kata Verianus.
Ia juga memastika pihaknya tetap berupaya membantu korban hingga kepulangan mereka di rumah. “Kalau perlu kami bantu sampai penguburan,” katanya.
“Kalau soal kronologi dan apa sebab, kami serahkan ke polisi saja,” katanya lagi.
Tak ada yang pakai lifejacket
Sementara itu pihak kepolisian menyatakan, tidak satupun dari lima orang korban kecelakaan laut yang terjadi di perairan Balikpapan dan PPU, Sabtu (14/5/2016) pagi, menggunakan perlengkapan pengamanan dan keselamatan yang memadai.
Bahkan bisa dikatakan mereka berlima menyeberangi lautan hanya bermodal keyakinan bahwa mereka akan baik-baik saja sampai ke ujung seberang daratan. Namun kenyataan berbicara lain, speedboat yang mereka tumpangi terbalik akibat bertabrakan dengan kapal yang jauh lebih besar milik PT Petrosea.
Kapolres Balikpapan, AKBP Jeffri Dian Juniarta, melalui Paur Subbag Humas Balikpapan, Iptu D Suharto, menyatakan akan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Bidang Perhubungan Laut) mengevaluasi peristiwa kecelakaan laut yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia, satu kritis, dan seorang lagi belum ditemukan.
“Tidak satupun penumpang memakai life jacket. Jika mereka pakai saja, ceritanya pasti akan berbeda,” ujar Suharto kepada Tribunkaltim.co di dermaga Kampung baru Balikpapan Barat.
Wahai sobat pemancing… dari berbagai kejadian itu, maka sudah seharusnya kita juga selalu memperhatikan aspek keselamatan dalam memancing. Safety first, itu sudah seharusnya…
Leave a Reply