Jika ada orang keracunan setelah mengonsumsi ikan buntal, apa yang harus kita lakukan? Inilah cara-cara yang akan kita bagikan menyusul peristiwa meninggalnya 4 remaja yang mengonsumsi masakan ikan buntal yang mereka peroleh di Pantai Licin, Malang. Hal ini kami sampaikan sebagai upaya berjaga-jaga.
Kenali dulu gejala-gejala keracunan ikan buntal. Seperti dikutip dari wikipedia.org, gejala dari mengonsumsi racun ikan buntal adalah pusing, kelelahan, sakit kepala, mual, atau kesulitan bernapas. Korban tetap dalam keadaan sadar namun tidak dapat berbicara atau bergerak. Pernapasan berhenti diikuti asphyxiation.
Baca artikel terkait: 4 Remaja Lumajang tewas setelah makan ikan buntal hasil tangkapan di Pantai Licin
Mengapa demikian beracunnya ikan buntal? Lalu kenapa ada masakan Fugu di Jepang sana? Dan kenapa pula ada juga beberapa kelompok masyarakat di Indonesia yang biasa mengonsumsi ikan ini? Begini ceritanya menurut wikipedia.org:
Fugu (babi sungai) adalah kata dalam bahasa Jepang untuk ikan buntal dan makanan yang dibuat dari ikan ini dari genus Takifugu, Lagocephalus, atau Sphoeroides) atau ikan landak (dari genus Diodon). Fugu dapat sangat beracun karena mengandung tetradotoxin, karena itu harus hati-hati penyediaannya untuk menghilangkan bagian yang beracun agar tidak mengkontaminasi daging.
Persiapan memasak Fugu di restoran sangat diawasi ketat oleh hukum di Jepang dan beberapa negara lain, hanya koki yang berkualifikasi dan telah mengikuti pelatihan khusus yang boleh menangani ikan ini. Persiapan sendiri di rumah biasanya akan mengakibatkan kematian.
Fugu disajikan sebagai sashimi dan chirinabe. Bagian yang paling enak pada Fugu adalah hati namun juga merupakan yang paling beracun, dan penyajian organ ini di Jepang telah dilarang pada 1984. Fugu telah menjadi salah satu hidangan paling terkenal dan menantang dalam masakan Jepang.
Kandungan racun
Fugu mengandung jumlah mematikan racun tetrodotoxin pada organnya, terutama pada hati, ovarium dan kulit. Racun Fugu merupakan penghalang aliran sodium, melumpuhkan otot sementara korbannya dalam keadaan sadar. Korban tidak dapat bernapas dan akhirnya meninggal dari asphyxiation. Tidak ada antidot yang diketahui, perawatan standar untuk menolong korban adalah membantu sistem respirasi dan sirkulasi sampai racun dimetabolisasi dan dikeluarkan oleh tubuh korban.
Kemajuan dalam penelitian dan budidaya telah memungkinkan petambak untuk memproduksi Fugu secara massal. Para peneliti menduga bahwa tetrodotoxin pada Fugu berasal dari memakan hewan lain yang mengandung bakteri tetrodotoxin-laden dan bahwa ikan ini telah mengembangkan kekebalan dalam tubuhnya seiring waktu. Kini, banyak petambak memproduksi Fugu ‘bebas racun’ dengan menjauhkan Fugu dari bakteri tersebut. Usuki, sebuah kota di prefektur Ōita telah dikenal dalam penjualan fugu yang bebas dari racun.
Sejarah
Penduduk Jepang telah memakan fugu selama ratusan tahun. Tulang fugu dapat ditemukan di beberapa gundukan yang disebut kaizuka, dari era Jōmon pada lebih dari 2.300 tahun yang lalu. Kekaisaran Tokugawa(1603-1868) melarang konsumsi fugu di Edo dan wilayah kekuasaannya yang lain. Fugu menjadi kebiasaan lagi setelah pengaruh kekaisaran melemah. Di bagian barat Jepang, di mana pengaruh pemerintahan melemah dan fugu lebih mudah didapat, bermacam-macam cara memasak fugu dikembangkan untuk lebih aman mengkonsumsinya. Selama era Meiji (1867-1912), fugu kembali dilarang di banyak wilayah. Fugu juga menjadi satu-satunya makanan yang dilarang di Kekaisaran Jepang, untuk keselamatannya. Fugu pada zaman dulu dan sekarang adalah masakan favorit di Cina yang disebutkan dalam literatur sekitar awal 400 SM. Fugu menjadi urutan pertama dari tiga jenis makanan paling enak dari sungai Yangtze.
Spesies
Torafugu, atau ikan buntal harimau (Takifugu) merupakan spesies yang dapat dimakan paling berkelas dan paling beracun. Spesies lain yang juga dapat dimakan adalah : Higanfugu (T. pardalis), Shōsaifugu (T. vermicularis syn. snyderi), and Mafugu (T. porphyreus). Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang mempunyai data yang menunjukkan bagian tubuh mana dari spesies yang dapat dimakan. Daftar nama yang aman dari Genus Lagochepalus dan Sphoeroides dan ikan landak (Harisenbon)dari Genus Diodon.
Kebijakan
Kebijakan penangkapan yang ketat sekarang diberlakukan di Jepang untuk melindungi populasi Fugu dari kepunahan. kebanyakan Fugu dipanen di musim semi sepanjang masa ”spawning” dan kemudian dibudidaya di jaring apung di Samudra Pasifik. Tempat penjualan terbesar Fugu di Jepang adalah di Shimonoseki.
Harga Fugu meningkat pada musim gugur dan tertinggi pada musim dingin, kedua musim ini yang paling baik karena ikan akan lebih gemuk untuk bertahan di hawa dingin. Ikan hidup yang tiba di restoran hidup dalam aquarium besar dan dipertujukkan dengan menyolok. Fugu siap saji yang ada di toko-toko bahan makanan, harus menunjukkan dokumen lisensi yang resmi. Ikan yang masih utuh tidak boleh dijual untuk umum.
Sejak tahun 1958, koki Fugu harus mendapatkan lisensi untuk mempersiapkan dan menjual Fugu untuk umum, diperlukan pelatihan 2-3 tahun. Proses ujian lisensi terdiri dari uji tertulis, uji identifikasi ikan dan uji praktik; mempersiapkan dan memakan ikan. Hanya 35 % pelamar yang lulus. Kesalahan kecil menyebabkan kegagalan atau, jarang, kematian. Konsumen percaya bahwa proses pelatihan ini membuat memakan Fugu di restoran atau pasar aman. Secara komersial Fugu kadang besar di lingkungan yang menyebabkan ikan tidak terlalu beracun.
Mulai tahun 2012, restoran di Jepang dapat menjual Fugu dalam bungkusan yang telah diolah oleh pelaksana yang telah berlisensi.
Harga
Sepiring Fugu dapat dijual ¥5,000 (hampir US$50), namun dapat juga ditemukan dengan harga ¥2,000 (hampir US$20), dan sebuah hidangan lengkap Fugu (biasanya 8 sajian) dapat berharga ¥10,000–20,000 (hampir US$100–200) atau lebih. Biaya yang dikeluarkan untuk menghargai koki yang mengiris ikan dengan sangat hati-hati untuk mendapatkan jumlah daging yang paling banyak. Pisau khusus, disebut Fugu hiki biasanya dijual terpisah dari pisau lain di toko.
Pengolahan
Fugu Sashimi: Sashimi—makanan yang paling populer adalah fugu sashimi, juga disebut Fugu sashi atau tessa. Pisau yang digunakan sangat tipis sehingga dapat memotong fugu menjadi irisan transparan, sebuah teknik yang dikenal dengan usuzukuri.
Fugu Shirako: Milt—telur/roe (Shirako) ikan buntal merupakan makanan berharga tinggi di Jepang. Biasanya ditemukan di department store; dan seperti milt ikan cod, menjadi jenis roe lembut yang paling populer. Pengolahannya dipanggang dan disajikan dengan garam.
Goreng—Fugu dapat dimakan dengan digoreng sebagai Fugu Kara-age. Panggang—Sirip ikan dikeringkan sempurna, dipanggang dan disajikan dengan sake panas, makanan ini disebut Hire-zake. Rebus—Sayuran dan fugu dapat direbus sebagai Fugu-chiri, atau tetchiri, rasa ikan sangat ringan sehingga sulit dibedakan dari sayuran dan sausnya. Salad—Jika duri dikulit ditarik keluar, bagian kulit dapat dimakan sebagai salad yang disebut yubiki.
Racun ikan buntal
Tetrodotoxin (TTX)merupakan neurotoxin potensial yang dapat menutup sinyal elektrik pada syaraf dengan mengikat pori-pori protein sodium channel dalam selaput sel syaraf. Tetrodotoxin tidak hilang saat dimasak. TTX tidak bercampur dengan aliran darah yang ke otak, sehingga korban dalam keadaan sadar ketika ototnya lumpuh. Percobaan yang dilakukan pada tikus, kadar LD50 ditemukan 8 ɲg per kg berat tubuh. Ikan buntal tidak mudah terkena racun karena mutasi rangkaian protein dari sel sodium channel.
Seperti disebutkan sebelumnya, ketersedian fugu secara komersial di supermarket atau restoran sangat aman, dan walaupun tidak terdengar, keracunan karena produk ini sangat jarang. Kebanyakan kematian karena fugu disebabkan oleh orang yang tidak terlatih menangkap dan mengolah ikan, secara tidak sengaja meracuni diri sendiri. Di beberapa kasus, mereka bahkan memakan bagian hati yang paling beracun sebagai penyedap.
Bukti terkini menunjukkan bahwa tetrodotoxin dihasilkan dari sejenis bakteri—seperti Pseudoalteromonas tetraodonis, spesies tertentu dari Pseudomonas dan Vibrio, dan lainnya yang merupakan sumber racun ikan buntal.
Karena racun tingkat tinggi dan peluang tinggi kematian bila tidak diolah secara benar, fugu merupakan satu-satunya makanan yang tidak boleh dimakan oleh Kaisar Jepang.
Pengobatan
Gejala dari mencerna dosis yang menyebabkan kematian oleh tetrodotoxin adalah pusing, kelelahan, sakit kepala, mual, atau kesulitan bernapas. Korban tetap dalam keadaan sadar namun tidak dapat berbicara atau bergerak. Pernapasan berhenti diikuti asphyxiation.
Tidak ada antidot yang diketahui, pengobatan yang dilakukan yaitu : mengosongkan isi perut, memakan arang untuk mengikat racun, dan memberikan bantuan kedokteran sampai racun berkurang. Toxicologist asal Jepang pada beberapa pusat penelitian kedokteran sekarang mengerjakan pengembangan antidot untuk tetrodotoxin.
Demikian kawan, semoga bermanfaat.